Apa itu moon cake? Simak informasi lengkapnya di sini!
Awal musim gugur adalah waktu yang indah bagi warga China. Malam pertama di musim gugur, bulan berbentuk bulat sempurna dan bersinar cerah. Pada saat itu, kaum Tionghoa percaya Dewi Bulan menampakkan dirinya.
Festival musim gugur ini tiap tahun dirayakan setiap tanggal 15 bulan delapan dalam kalender China. Dan pada tahun ini, festival tersebut jatuh pada hari ini, Kamis, 01 Oktober 2020.
Festival musim gugur ini identik pula dengan sajian mooncake atau kue bulan. Kue ini berbentuk bulat dengan ‘lekuk-lekuk’ di sisinya. Sementara di bagian atasnya, ada berbagai pola ukiran dan kaligrafi khas China yang menarik. Dibawah ini ada penjelasan tentang kue bulan dan asal dari kue bulan itu.
Apa Itu Moon Cake (Kue Bulan)?
Walaupun kalian pernah mendengar tentang kue ini, tapi kalian pasti belum tahu apa sebenarnya kue bulan itu. Kue bulan adalah makanan tradisional dari para masyarakat Tionghoa yang selalu menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Musim Gugur setiap tahunnya. Kalau di Indonesia, kue bulan ini lebih dikenal dalam Bahasa Hokkian yaitu, gwee pia atau tiong chiu pia. Sedangkan kalau dalam bahasa Hakka / Khek- nya, yaitu ngie̍t-piáng.
Bentuk dari kue ini seperti yang kita lihat adalah bulat dan bentuk bulat dari kue ini melambangkan keutuhan serta kesatuan. Namun seiring perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya pun bermunculan yang akhirnya menambah variasi dalam komersialisasi kue bulan.
Makna Dari Perayaan Moon Cake (Kue Bulan)
Sudah bisa dipastikan kan guys kalau bagi orang Tionghoa atau masyarakat keturunan rakyat China, kue bulan bukanlah hal yang asing lagi. Di negeri asalnya, China, moon cake festival atau perayaan kue bulan telah menjadi perayaan yang istimewa untuk menyambut musim gugur.
Dalam tradisi rakyat China atau Tionghoa, seluruh keluarga besar akan berkumpul untuk menyantap kue bulan dan merayakan festival kue bulan yang jatuh pada setiap bulan penuh atau bulan purnama. Biasanya anggota keluarga yang terpisah jauh dengan keluarga, akan kembali berkumpul dengan keluarga besarnya. Oleh karena itu, perayaan kue bulan ini menjadi hari raya masyarakat China kedua yang terbesar selain dari hari raya Imlek.
Tradisi kue bulan ini pun akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia dan dirayakan oleh seluruh penduduk keturunan Tionghoa, bahkan juga yang ada di Indonesia.
Asal Usul & Sejarah Dari Perayaan Kue Bulan
Festival kue bulan atau biasa yang disebut dalam Bahasa Mandarinnya adalah Festival Zhong Qiu Jie, merupakan hari suka cita yang dilambangkan dengan kehadiran bulan purnama penuh. Berdasarkan perhitungan kalender lunar China (Imlek), festival ini jatuh pada tanggal 15 bulan ke-8.
Menurut pendapat dari seluruh rakyat China, pada tanggal ini adalah suatu masa dimana bulan akan berada paling dekat dengan bumi, berdampingan dengan batas langit dan bersinar dengan warna yang kemerahan, yang akan melambangkan bersatunya pria (matahari) dengan wanita (bulan), seperti Yin dan Yang dalam tradisi China.
Tradisi ini muncul pertama kali pada masa Dinasti Xia dan Dinasti Shang dan katanya nih ya guys, kalau ternyata tradisi ini ada efek-efek ritualnya lho. Akan tetapi, ritual ini baru menjadi semakin populer ketika memasuki Dinasti Tang.
Awal dari ritual ini berasal dari para petani yang ada di China, dimana mereka meminta kepada Dewa Bumi agar diberi musim dan panen yang baik untuk pertanian mereka.
Nah, ketika sampai pada akhir panen, yaitu sekitar pertengahan bulan ke-8, para petani tersebut akan melakukan pemujaan kepada para Dewa yang konon katanya telah memberikan hasil panen yang berlimpah kepada mereka.
Hal yang perlu diingat bahwa mereka melakukan pemujaaan bukanlah pemujaan yang bersifat negatif melainkan berupa rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada para Dewa. Sampai pada akhirnya, banyak masyarakat yang mempercayai bahwa Festival Pertengahan Musim Gugur atau Festival Kue Bulan ini berasal dari sini.
Namun guys ternyata, legenda dari kue bulan ini gak cuma itu loh masih ada versi lainnya juga. Konon, pada zaman dahulu kala, bumi ini memiliki 10 matahari dan ini sangat membuat rakyat kekeringan dan menderita ( ya jelas aja menderita satu aja sudah buat kalang kabut apalagi 10).
Baca Juga: 7 Jenis Katering yang Ada di Indonesia
Kemudian datanglah seorang pemanah bernama Hou Yi, pergi untuk memanah 9 buah matahari sehingga yang tersisa hanya tinggal 1 matahari. Keberhasilannya itu membuat Hou Yi pun dianggap menjadi pahlawan dan kemudian diangkat menjadi Raja di China.
Suatu hari, Hou Yi pergi ke pegunungan Kun Lun untuk bertemu dengan ratu Xi Wang Mu. Sang ratu pun memberikannya obat mujarab yang mampu membuat orang terbang ke langit dan menjadi dewa. Setelah mendapatkan obat itu kemudian Hou Yi menitipkan obat tersebut kepada istrinya yang bernama Chang’E. Akan tetapi, ada seorang pegawai istana yang bernama Peng Meng, menyadari fungsi dan adanya obat tersebut sehingga ia berniat untuk mencuri obat tersebut.
Suatu hari pada saat Hou Yi sedang keluar istana, Peng Meng pun menyusup ke dalam kamar Hou Yi dan memaksa Chang’E untuk menyerahkan obat tersebut. Chang’E yang menyadari bahwa ia bukanlah lawan yang sepadan untuk Peng Meng, segera memakan obat tersebut dan melarikan diri.
Tiba-tiba Chang’E merasa tubuhnya menjadi sangat ringan dan kemudian terbang ke angkasa. Selagi mengkhawatirkan suaminya, Chang’E ternyata sudah mendarat di bulan, benda langit terdekat dengan bumi. Saat Hou Yi pulang, ia pun sangat sedih setelah mengetahui apa yang terjadi.
Hou Yi lalu membuat sebuah altar untuk mengenang istrinya, Chang’E yang kini sudah menjadi Dewi Bulan. Di sana ia meletakkan makanan kesukaan Chang’E dan buah-buahan segar sebagai bentuk persembahan kepada istrinya di bulan. Konon, kecantikan Chang’E akan sangat terlihat dari bumi pada waktu bulan dalam keadaan paling penuh dan paling terang.
Inilah yang menjadi asal-usul dari masyarakat China kuno yang mulai mempersembahkan makanan dan buah-buahan kepada Dewi Bulan, salah satunya adalah Kue Bulan yang terkenal.